Minggu, 29 Juni 2008

Anarkisme dalam Demokrasi

Freedom of speak atau kebebasan berpendapat adalah hak asasi setiap bangsa Indonesia. Kebebasan berpendapat adalah salah satu elemen penting dari kehidupan Demokrasi. Di dalam pemerintahan rezim Orde Baru, kebebasan warga negara untuk berpendapat di muka umum dikebiri oleh penguasa pada saat itu. Sebaliknya di Orde Reformasi, setiap warga negara bebas menyatakan pendapatnya di muka umum. Tentu saja kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Dalam kehidupan demokrasi yang sesungguhnya, kebebasan berpendapat seharusnya diartikulasikan dengan cara-cara yang arif dan beretika. Namun dalam prakteknya, kebebasan tersebut acapkali disampaikan dengan cara-cara kekerasan hingga berakhir anarkis.
Bagaimanapun juga, kekerasan bukanlah cara yang dibenarkan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Di manapun juga, tindakan kekerasan hanya menyisakan duka dan penderitaan bagi para korbannya, baik dari pihak-pihak yang bertikai maupun pihak-pihak lain di luar mereka. Efek negatif dari tindakan kekerasan cukup beragam, mulai dari kerusakan materiil hingga hilangnya nyawa seseorang. Tindakan kekerasan biasanya muncul akibat diabaikannya nilai-nilai, norma-norma, akal sehat, dan hati nurani. Suatu kelompok cenderung akan berusaha untuk mencapai tujuannya melalui berbagai cara, bahkan tidak jarang ada yang menggunakan cara-cara ekstrim.
Tindakan kekerasan juga pernah mewarnai proses transisi kehidupan politik di Indonesia dari sistem politik monolitik di era Orde Baru menuju sistem politik demokrasi di era Orde Reformasi. Pada saat itu, kekecewaan rakyat Indonesia terhadap kinerja pemerintah telah memuncak dan melahirkan gelombang demonstrasi besar-besaran di beberapa daerah, baik oleh mahasiswa, buruh, maupun komponen masyarakat yang lain. Aksi demonstrasi tersebut berujung anarkis, yaitu terjadinya bentrok antara para pendemo dengan aparat keamanan. Memang, tujuan demonstrasi untuk menjatuhkan rezim Orde Baru telah tercapai. Akan tetapi, aksi tersebut juga mengakibatkan dampak buruk yang luar biasa, mulai dari penculikan mahasiswa, rusaknya berbagai fasilitas umum, penjarahan di mana-mana, korban luka-luka maupun meninggal, hingga korban pemerkosaan yang banyak berasal dari wanita etnis Tiong Hoa.
Kasus yang sama juga terjadi beberapa waktu yang lalu. Demontrasi mahasiswa yang berujung pada aksi anarkis terjadi di depan kompleks gedung DPR/MPR. Aksi anarkis tersebut bermula ketika para demonstran membakar foto presiden dan wakil presiden serta membakar ban bekas. Polisi kemudian langsung memadamkannya dengan menggunakan mobil water canon. Beberapa saat kemudian suasana pun mulai memanas. Para demonstran mulai berupaya merobohkan pagar kompleks gedung DPR/MPR serta melempar batu dan bom molotov ke arah aparat keamanan yang sebelumnya sudah berjaga-jaga di dalam kompleks gedung DPR/MPR. Para aparat keamanan pun kemudian bergerak maju menghentikan aksi anarkis tersebut. Aksi kejar-kejaran antara aparat keamanan dengan para demonstran pun tidak terelakkan lagi. Aksi anarkis tersebut telah menimbulkan korban materiil dan korban luka-luka, baik dari pihak demonstran maupun dari aparat keamanan.
Banyak pihak yang menyayangkan terjadinya aksi tersebut. Bagaimanapun juga aksi anarkis tidak dibenarkan dalam sistem demokrasi dengan alasan apapun, sebab aksi tersebut hanya akan menyisakan kerugian dan kesedihan. Dalam kehidupan demokrasi, jalur mediasi atau musyawarah seharusnya lebih diutamakan sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai konflik kepentingan daripada menggunakan cara-cara kekerasan. Melalui musyawarah, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik bisa duduk bersama menyelesaikan masalah dengan tenang tanpa emosi dan kekerasan. Selain itu, hasil keputusan yang dicapai pun bisa melegakan semua pihak sebab sudah melalui kesepakatan bersama. (Tholib)

Bundaran Purnama

Hingga malam menjadi selarut ini, Fadli belum juga merasa ngantuk apalagi memejamkan kedua matanya. Mungkin, secangkir kopi susu yang tadi diminumnya telah menyirnakan semua rasa kantuknya. Kemudian Ia berjalan keluar dari kamar kostnya dan duduk di sebuah kursi di depan salah satu kamar teman kostnya. Ia bermaksud untuk mencari udara segar sambil melihat bundaran purnama yang pada saat itu terlihat begitu indah.
Malam semakin terasa dingin, menggigil, hingga terasa ke dalam tulang sum-sum. Namun Fadli malah bersikap aneh, Ia justru melepas kaosnya karena merasa gerah. Fadli kemudian memandangi suasana di sekelilingnya. Begitu sepi dan senyap, mungkin saja semua teman kostnya tertidur pulas.
Tiba-tiba semua lampu di kost padam, suasana di sekeliling pun menjadi kelam. Dalam kegelapan, Fadli merenung dan termangu sendiri, hingga cicak-cicak menaruh heran padanya. Apa yang sedang dipikirkannya? Nampaknya Ia sedang kasmaran dengan seorang wanita, namanya Sekar, salah satu teman kuliahnya. Fadli memang mudah suka pada wanita, namun yang dirasakannya kali ini sungguh berbeda. Sekar memang bukan sosok wanita cantik yang sempurna, namun Ia telah merebut hati Fadli dengan pesonanya. Sekar adalah sosok wanita sederhana, murah senyum, humoris, dan selalu bersikap baik dengan siapapun, baik dengan orang yang sudah dikenal maupun dengan orang yang belum dikenalnya.
Beberapa saat kemudian, Fadli kembali masuk ke dalam kamar kostnya. Karena merasa begitu lelah, Ia merebahkan tubuhnya di atas selembar karpet tebal berukuran 1x3 meter di dalam kamarnya. Dalam kegelapan di kamarnya, Ia mencoba untuk tidur sambil mendengarkan acara campursari yang disiarkan oleh stasiun radio favoritnya. Namun, usaha itu tetap saja tidak berhasil.

***

Jeratan asmara benar-benar telah membuat Fadli tidak sadar sepenuhnya. Pikirannya selalu belingsatan setiapkali mengingat seraut wajah manis milik Sekar yang selalu terbawa dalam setiap lamunannya. Dalam kondisi seperti itu, Ia selalu gagal menguasai perasaannya hingga berguling-guling di atas karpet tebalnya dengan gelisah. Lantas, Ia melafalkan apa saja yang bisa menenangkan hatinya. Namun tetap saja sulit meski telah dipaksa, seakan-akan ketenangan yang dimilikinya telah tersedot habis.
Saat itu Fadli tidak lagi bisa berpikir tenang, otaknya benar-benar kosong ide. Namun, masih ada bayangan yang memenuhi pikiran dan imajinasinya. Bayangan tersebut tidak lain adalah seraut wajah miliki Sekar. Fadli kemudian melamun dan tanpa sadar menyebut nama ‘Sekar’ huruf demi huruf. Apalagi yang tersisa dari diri Fadli untuk memikirkan wanita itu, tentang dahsyatnya perasaannya, tentang senyum manisnya, dan tentang gelora di hati setiapkali Ia teringat apapun mengenai Sekar.Tepat pukul satu dini hari, Fadli keluar dari kamar kostnya lantaran listrik di kostnya masih padam. Namun untuk kali ini, Ia berdiri di halaman depan kamarnya dan menengok ke atas langit. Ternyata bundaran purnama terlihat masih bersinar di antara sekumpulan awan malam. Seolah-olah Ia tidak ingin meredup sedikitpun dan masih setia membagi terangnya pada kehidupan malam. Lewat sepoinya angin malam yang mendesau di telinga, Fadli ingin menitipkan salam rindunya untuk Sekar yang sedang tertidur dalam mimpi. Semoga saja angin mau menyampaikannya dengan baik-baik agar bisa diterima dengan baik-baik juga. (Tholib)

Perlunya Penegakan Etika Periklanan Indonesia (EPI)

Jumlah tayangan iklan-iklan komersial dewasa ini semakin meningkat, baik di media massa konvensional (televisi, radio, koran, majalah, dsb) maupun di media non konvensional. Iklan kini telah digunakan sebagai main campaign atau kampanye utama dalam memasarkan suatu produk atau jasa. Para pemasar pun tidak segan-segan mengeluaran uang berjuta-juta bahkan bermilyar-milyar hanya agar produk mereka di kenal oleh audiens atau masyarakat luas. Sebab, mereka beranggapan bahwa iklan adalah alat yang paling efektif untuk membujuk audiens agar menentukan suatu pilihan kepada merek produk tertentu.
Sebagai ujung tombak dalam komunikasi pemasaran, iklan memiliki peranan yang sangat penting. Oleh sebab itu, dalam iklim kompetisi bisnis seperti sekarang ini, tidaklah mengherankan apabila iklan sering disalahgunakan. Maksudnya adalah iklan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang sifatnya tidak normatif atau menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI), Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun Tata Krama Asosiasi Profesi. Hal ini diperkuat dengan beberapa kasus pelanggaran iklan yang temuan oleh Komisi Periklanan Indonesia (KPI) yang bernaung di bawah Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Kasus pelanggaran tersebut banyak terdapat pada iklan-iklan produk-produk kesehatan, baik itu obat, suplemen, minuman kesegaran, ataupun produk-produk lainnya.
Melihat kenyataan di atas, seharusnya audiens bisa lebih bersikap kritis dalam membaca iklan. Sebab hingga saat ini, masih banyak iklan yang diduga telah melanggar ketentuan-ketentuan dalam Etika Pariwara Indonesia. Contohnya : iklan susu anak versi “anak menggendong ayahnya”. Dalam iklan tersebut, digambarkan seorang anak kecil yang bisa menggendong ayahnya karena minum susu yang diiklankan. Adegan tersebut jelas memberi edukasi negatif kepada audiens khususnya anak-anak. Sebab dalam Etika Pariwara Indonesia telah ditegaskan bahwa iklan dilarang menampilkan adegan yang tidak pantas dilakukan oleh anak-anak. Setelah dikritik oleh beberapa pihak, seperti Komnas Perlindungan Anak, akhirnya iklan tersebut direvisi. Lalu dalam versi perbaikannya, adegan “anak yang menggendong ayahnya” dihilangkan.
Contoh lain adalah kasus iklan cetak Benadryl CM dan Benadryl DMP. Unsur kesalahan utama dalam iklan tersebut terletak pada penggunaan alat medis berupa stetoskop sebagai background. Hal ini jelas telah melanggar ketentuan yang ada dalam Etika Pariwara Indonesia Bab III bagian A ayat 2 butir 2.3.4., yang berbunyi bahwa “Iklan tidak boleh menggambarkan atau menimbulkan kesan pemberian anjuran, rekomendasi, atau keterangan tentang penggunaan obat tertentu oleh profesi kesehatan seperti dokter, perawat, farmasis, laboratoris, dan pihak-pihak yang mewakili profesi kesehatan, beserta segala atribut, maupun yang berkonotasi profesi kesehatan”. Selain itu, iklan tersebut juga telah melanggar Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 368/Men.Kes/SK/IV/1994, tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Petunjuk Teknis A ayat 10, yang menyatakan bahwa “iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan setting yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium”. Iklan obat juga tidak boleh memberikan pernyataan yang bersifat superlatif atau komparatif tentang indikasi, kegunaan atau manfaat obat.
Oleh sebab itu, Etika Pariwara Indonesia harus ditegakkan. Hal ini bertujuan untuk menjaga budaya bangsa dan kepentingan masyarakat luas seiring maraknya sikap individualis dan materialis sebagai dampak dari modernisasi. Kesadaran menerapkan tatanan etika dengan mengacu pada Etika Pariwara Indonesia adalah wujud pemberdayaan pelaku dan industri periklanan sendiri untuk ikut melindungi budaya bangsa (Habib, 2006). Etika Pariwara Indonesia harus menjadi pedoman utama bagi para pelaku dalam industri periklanan, sehingga hasil kerja mereka bisa sesuai dengan nilai dan norma yang dianut masyarakat.
Sebagai pendukungnya, partisipasi dari berbagai pihak juga sangat diperlukan. Produsen harus memberikan data dan informasi yang benar tentang produknya kepada biro iklan. Sedangkan biro iklan menyajikan data dan informasi tersebut melalui kreativitasnya dengan memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat. Media massa berperan menyaring iklan yang akan ditayangkan. Selain itu, sejumlah asosiasi pendukung Etika Pariwara Indonesia, juga berperan dalam memberi masukan dan kritikan terhadap proses penegakan Etika Pariwara Indonesia. Namun yang terpenting adalah peran konsumen sendiri. Sebab, pada dasarnya iklan hanya memberi preferensi dalam menentukan keputusan pembelian. (Tholib)



Pustaka :
Etika Pariwara Indonesia (Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 386/Men.Kes/Sk/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan: Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman.

Harley Davidson; Rahasia Dibalik Keberhasilan Sebuah Merek Besar

Harley Davidson kini telah menjadi legenda dunia otomotif yang fenomenal. Keberadaan merek ‘Harley Davidson’ menjadi ikon penting dalam sejarah perkembangan motor besar. Selain unggul dalam hal kecanggihan teknologi, perusahaan pemilik merek tersebut juga memiliki keunggulan dalam strategi pemasaran. Merek ‘Harley Davidson mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi dari masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari tingkat awareness, adanya asosiasi merek, dan basis pelanggan yang sangat loyal.
Sejarah perkembangan keberhasilan merek ‘Harley Davidson’ cukup panjang. Merek motor besar ini lahir dari ide cerdas dua orang, yaitu William Harley dan Arthur Davidson. Tujuan awal terciptanya motor Harley Davidson adalah untuk menakhlukkan jalan menanjak yang terdapat di wilayah Milwaukee, Winconsin, Amerika Serikat. Motor Harley Davidson generasi pertama tersebut memiliki mesin satu silinder yang memiliki kapasitas 60cc. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, motor Harley Davidson kemudian mengalami banyak perombakan untuk mendapatkan kualitas penampilan yang terbaik. Salah satu usaha perombakan tersebut adalah diciptakannya mesin ‘V-Twins’, yaitu mesin dua silinder konfigurasi ‘V’ dengan sudut kemiringan 45° dan kapasitas mesin sebesar 790cc.
Desain motor yang unik, klasik, dan artistik menjadi daya tarik yang kuat bagi penggemar motor Harley Davidson. Daya tarik tersebut memberikan kesan atau citra menawan, gagah, dan eksklusif bagi siapa saja yang mengendarai motor besar tersebut. Motor Harley Davidson sangat cocok digunakan bagi siapa saja yang suka bergaya, sebab motor ini memiliki penampilan yang sangat menarik. Walaupun ukuran motor Harley Davidson relatif besar dan berat, namun sangat nyaman dan ringan saat dikendarai, hampir seperti saat mengendarai sebuah mobil mewah. Selain itu, daya tarik lain motor Harley Davidson adalah suara mesinnya yang khas dan melegenda, yang tidak bisa ditiru secara persis oleh motor jenis apapun.
Motor Harley Davidson memiliki sejumlah keunggulan yang membuatnya berbeda dengan motor-motor besar lainnya. Keunggulan tersebut terletak pada modifikasi dan aksesoris penunjangnya. Modifikasi yang dilakukan pada motor Harley Davidson terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Aksesoris penunjang tidak hanya digunakan untuk penampilan motor saja, tetapi juga untuk pengendaranya. Bagi sebagian besar pengendara motor besar tersebut, aksesoris sudah menjadi perlengkapan yang wajib dikenakan saat berkendara.
Ada enam aksesoris yang umumnya digunakan oleh pengendara motor Harley Davidson. Pertama, celana panjang, untuk pelindung dari berbagai macam benda dari depan, gesekan dengan aspal, dan juga knalpot yang sangat panas. Kedua, jaket kulit, untuk melindungi dada dari terpaan angin dan anggota badan dari gesekan aspal. Ketiga, sepatu boots, untuk menjaga pergelangan kaki agar tidak tergelincir saat berhenti dan saat akan menjalankan motor Harley-Davidson. Keempat, sarung tangan, untuk melindungi tangan dari gesekan aspal. Kelima, helmet, untuk menjaga kepala dari benda-benda asing, binatang, maupun dari benturan saat terjadi kecelakaan. Dan keenam, kacamata, untuk melindungi mata dari benda-benda asing dan air hujan.
Para pemilik motor Harley Davidson bukanlah orang sembarangan. Mereka lebih memiliki prestisius dibandingkan dengan pemilik motor jenis lain. Mereka umumnya berasal dari kalangan sosial ekonomi atas atau yang juga dikenal dengan istilah kaum Borjuis. Mereka ini adalah orang-orang yang memiliki kekayaan yang berlebih. Selain itu, para pemilik motor Harley Davidson tergolong dalam konsumen yang sangat loyal. Bagaimana tidak, mereka akan rela menghabiskan banyak uang untuk membeli aksesoris dan juga untuk memperbaiki motor besarnya ketika terjadi kerusakan. (Tholib)

Pustaka :
Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta : LPFE-UI, 1993.
www.gatra.com
www.hdci.com
www.kcm.com
www.republikaonline.com
www.suarakaryaonline.com
www.wartaekonomi.com

Jatmiko Bergolak

Jatmiko adalah seorang pemuda polos dan lugu. Ia datang dari kota Tegal, merantau di kota Yogyakarta untuk meraih masa depannya. Ia kuliah di jurusan Sastra Jawa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Pribadinya ramah dan suka bergaul dengan siapa saja. Semua penghuni kos pun tahu hal itu. Saat bulan Ramadhan, Ia adalah orang pertama yang membangunkan teman-temannya untuk makan sahur.

Suatu malam Jana sedang berbicara dengan Jatmiko di kamarnya.
“Malam, Miko. Boleh aku masuk?”
“Ya, silahkan masuk Mas. Tapi maaf ya Mas, kamarku lagi berantakan”.
“Ahh… Nggak masalah kok Mik”.
“Lagi sibuk belajar ya Mik. Kok serius sekali membacanya?”
“Ah, nggak kok Mas. Cuma lagi iseng baca saja, ngisi waktu luang”.
“Ngomong-ngomong, Mas Jana suka fotografi ya? Kapan-kapan ajari aku dong, Mas!”
“Ya, aku memang suka fotografi dari dulu. Boleh-boleh saja Mik, kapan-kapan kamu aku ajari kamu fotografi.”
Perbincangan itu pun terus berlanjut. Dan sejak saat itu, keduanya menjadi lebih akrab. Keakraban itu pun juga terjalin antara Jatmiko dengan penghuni kos yang lain.

***

Entah apa yang merasuki pikirannya? Semua penghuni kos heran melihat perubahan sikap Jatmiko yang begitu drastis. Ada pergolakan hebat dalam dirinya. Bisa saja ini adalah puncak dari masalah-masalah yang dipendamnya selama ini. Kini ia sering berperilaku aneh, walau tidak terlalu parah. Hal ini dimulai sejak ia terlibat perbincangan cukup serius dengan Iyo pada suatu malam. Perkataan Jatmiko saat itu begitu berkobar hingga terdengar dari dalam kamar Jana.
Sepertinya, Jatmiko sedang mencoba memahami sesuatu, namun kemampuan yang dimilikinya belum cukup kuat untuk mencapainya. Ia terobsesi untuk belajar ilmu filsafat. Ia sering menuliskan segala sesuatu yang dirasakannya. Sungguh aneh. Bahkan, Ia menuliskan rumus ‘J = G’ di tembok depan kamar kosnya. J = G artinya jenius = gila. Baginya, untuk menjadi seorang yang jenius atau pintar, maka Ia harus merasakan sebuah kegilaan.
Pernah pada suatu tengah malam, teman-teman kos Jatmiko memergokinya sedang mandi di dalam kamar dengan air dari galon air mineral.
“Gila. Miko jadi gila To. Tengah malam kayak gini kok mandi, di dalam kamar lagi. Lihat tuh, airnya sampai keluar kamar,” Doni terheran-heran.
“Iya, Don. Kena apa ya Dia?” tanya Anto.
Setelah didesak teman-temannya, Doni kemudian membuka pintu kamar Jatmiko dengan paksa dan kemudian mengingatkannya.
“Hei Mik. Hentikan perbuatanmu ini. Lihat tuh, lantai kamarmu jadi banjir hingga ke luar kamar. Kamu tu sadar nggak sih,” kata Doni dengan kesal.
Keanehan pada diri Jatmiko pun semakin menjadi-jadi ketika pada suatu saat Jana memergoki Jatmiko sedang berlari-lari telanjang kaki di sekitar Fakultas Hukum UGM. Ia memakai celana SMA dan mengikatkan seutas tali rafia di kaosnya. Setibanya di kost, Jana pun menceritakan keanehan ini kepada teman-teman kost yang lain.

***

Jana mendengar suara tangisan seorang laki-laki di luar kamar saat bangun tidur. Saat Ia mengintip dari balik korden, Jana kaget, ternyata suara tangisan itu berasal dari Jatmiko. Jatmiko terlihat sedang menangis di depan Danang, yang saat itu terlihat sedang berusaha menyadarkannya. Tangisan itu keluar dari mata Jatmiko, sebab Ia tak kuasa menghadapi permasalahan yang dialaminya. Setelah kejadian itu, Jatmiko pun sadar akan perubahan yang terjadi pada dirinya. Namun hal itu tidak berlangsung lama, sebab beberapa hari kemudian Ia kembali bertingkah aneh.
Karena tidak tega melihat kondisi psikis Jatmiko, Danang dan teman-teman kost pun berinisiatif untuk menghubungi keluarganya lewat telepon.
“Selamat pagi, Mas. Maaf. Apa benar ini kakaknya Jatmiko?” tanya Danang.
“Benar Mas. Ada yang bisa saya bantu?” jawab kakak Jatmiko.
“Begini, saya mau mengabarkan kondisi Jatmiko saat ini. Kami teman-teman kostnya merasa prihatin dengan perubahan sikapnya selama ini, Mas. Kalau bisa, Mas atau anggota keluarga yang lain harap ke Jogja untuk menengoknya.”
“Oooo… begitu ya Mas. Baiklah, InsyaAllah kami sekeluarga akan segera pergi menjenguknya. Terima kasih atas informasinya.”

Malam harinya, keluarga Jatmiko datang ke kost. Mereka pun kaget setelah melihat kondisi dan perubahan sikap Jatmiko. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang keluarga Jatmiko kepada penghuni kost yang lain. Malam itu, tak hanya keluarga saja yang datang, tapi juga teman-teman Jatmiko dari himpunan mahasiswa asal Tegal.
Jatmiko pun kemudian dibawa pulang oleh keluarganya kembali ke Tegal untuk langkah penyembuhan. Namun untuk sementara, barang-barang milik Jatmiko dititipkan kepada teman-teman kostnya.
Jana, Doni, Danang, dan penghuni kos yang lain turut mengantar perginya Jatmiko dengan doa dan harapan agar Ia cepat sembul serta kembali seperti semula. (Tholib)

Galaunya Saujana

Yogyakarta sudah seperti rumah kedua bagi Saujana setelah Madiun. Banyak sekali kenangan manis yang diperolehnya selama menempuh pendidikan tinggi di kota tersebut. Sewaktu masih duduk di bangku SMA dulu, Saujana memang sudah berniat untuk kuliah di kota tersebut, tepatnya di Universitas Gadjah Mada.
Rasa cinta Saujana terhadap kota Yogyakarta semakin menguat setelah Ia mengenal dan jatuh hati pada seorang gadis asal kota Gudeg tersebut, namanya Swastri. Swastri adalah salah satu mahasiswi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Kebetulan Saujana dan Swastri sama-sama menjadi anggota salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di UGM yang bergerak di bidang jurnalisme kampus. Nama UKM itu adalah Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Bulaksumur UGM. Namun di kalangan anggotanya sendiri, UKM tersebut lebih familiar dengan sebutan Bul.
Dari situlah perasaan itu bermula. Dalam suatu musyawarah besar yang dihadiri oleh semua anggota Bul. Saat itu, baik Swastri maupun Saujana sama-sama datang. Ketika musyawarah sedang berlangsung, Saujana diam-diam memperhatikan Swastri yang sedang memperhatikan salah seorang teman yang berbicara. Jantungnya berdebar, dag dig dug, seperti kendang yang ditabuh. Matanya berbinar-binar saat memandang senyum manis yang keluar dari bibir mungil Swastri. Namun, Saujana segera menundukkan wajahnya saat Swastri menatapnya.
Saujana memang memiliki banyak teman wanita di Bul. Namun, Ia lebih kagum pada sosok Swastri yang ramah. Saujana suka pada pribadi Swastri bukan hanya karena Ia cantik, tapi juga karena Ia seorang gadis yang baik hati. Meskipun Saujana jarang bertemu Swastri dan kalaupun bertemu keduanya tidak terlalu banyak bicara, Swastri selalu menyenangkan dan apa adanya. Ia sangat antusias ketika menceritakan segudang aktifitas yang dijalaninya. Maklum saja, Swastri adalah seorang mahasiswi yang super sibuk, mengurus berbagai kegiatan di sana-sini, dan mengikuti sejumlah seminar atau acara yang lain. Bahkan kini Ia tambah sibuk, sebab mengurus kursus privat yang Ia rintis bersama teman-teman kuliahnya.

***

Suatu hari, Saujana sedang chatting dengan Niken, sahabat baik Swastri.
“Pagi Niken. Bagaimana kabarmu pagi ini?” sapa Saujana.
“Pagi juga Na. Alhamdulillah kabarku baik-baik saja. Kabarmu sendiri bagaimana Na?” Niken balik tanya.
“Sama, sampai saat ini kabarku juga baik-baik saja.” jawab Saujana.
“Eh, kamu masih sering bertemu dengan Swastri nggak Nik?” tanya Saujana.
“Untuk saat ini, aku sudah jarang sekali bertemu dia. Memangnya ada apa?”
“Ahh… Nggak ada apa-apa kok Nik. Aku Cuma tanya saja.” jawab Saujana dengan sedikit menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.
“Hhmmm… Kangen ya sama Swastri? Jangan-jangan kamu naksir dia Na?”
“Lho… Kamu kok tahu perasaanku Nik. Padahal aku belum mengatakan apa-apa lho.” jawab Saujana dengan heran.
“Ya tahu dong. Dari gelagatmu sudah kelihatan kok kalo kamu naksir dia. Ngomong-ngomong, kamu sudah PDKT sama dia lum?” tanya Niken.
“Belum sih. Sebenarnya aku ingin sekali mendekatinya, tetapi aku masih ragu-ragu. Menurutmu Nik, Swastri itu tipe cewek yang bagaimana sih? Kira-kira jika aku mendekatinya, ada peluang nggak ya?” tanya Saujana.
“Swastri itu tipe cewek yang asyik kalau diajak ngobrol. Tapi, dia itu kurang suka kalau diajak berbicara mengenai masalah pribadinya, misalnya laki-laki yang disukainya. Jadi, kalo ada lelaki yang kelihatan berusaha mendekatinya, Ia pasti akan mengelak,” jawab Niken.
“Ada saran untukku nggak, Nik?” tanya Saujana.
“Kalau dengan puisi, gimana Nik?”
“Swastri juga suka puisi. Tapi kalo diskusi puisi dengan cowok, apalagi tentang puisi romantic, Ia pasti akan menganggapnya omong-kosong.” jawab Niken.
“Mungkin itu salah satu bentuk penolakan terhadap cinta yang datang dari orang yang tidak diharapkannya Nik.” balas Saujana.
“Sama saja Na. Kalaupun hal itu datang dari orang yang disukainya, Swastri juga akan menganggapnya omong-kosong.” tegas Niken.
“Dan kalau ternyata dipermainkan, rasanya kan sakit sekali, Nik.”
“Apalagi kalau makin tinggi terbuai, kalau jatuh kan makin sakit.”

***

Saujana merasa tidak nyaman ketika memikirkan perasaannya pada Swastri bila dikaitkan dengan ucapan Niken. Padahal Ia sudah menulis sebuah puisi untuk Swastri sebagai ungkapan rasa cintanya.

Cahaya senja merona di pelupuk mataku,
dengan bias-bias kerinduan,
kala sepasang merpati terbang merajut kasih,
di atas beningnya danau kehidupan,
dengan segenggam kilau permata,
berpadu mesra.

Seanggun parasmu,
terlukis di lembaran mimpi,
menyingkap tirai kesunyian yang terbenam,
dan sekuntum bunga menebar pesona,
dengan seribu rayuan puitis.

Aduhai seanggun parasmu,
melagukan syair-syair pemikat,
bersama desisan suara angin,
melirik cinta dalam hati,
kala kutangkap senyum manismu,
dari seanggun paras bidadari.


Saujana menjadi gelisah. Ia masih memendam rasa cintanya pada Swastri, namun Ia merasa kurang berani untuk menyatakannya secara langsung. Saujana memang kurang menunjukkan minat seriusnya untuk mendekati Swastri, karena pikirannya selalu dibayangi ketakutan bila Swastri menolak dan malah menjauhinya. (Tholib)